Nama asli beliau sebenarnya adalah Abdullah bin Abu Quhafah – Usman – bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr al-Quraisy at-Taimi. Beliau lahir di Makkah sekitar 2 tahun sesudah rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dilahirkan. Secara fisik beliau adalah orang yang berkulit putih dan berbadan kurus namun wajahnya tetap tampan dan terlihat gagah sehingga banyak juga yang menjulukinya Atiq. Adapun akhlaknya, beliau dikenal sebagai orang yang penyabar, lembut, zuhud pada dunia, pemberani, kuat pendiriannya, dan memiliki azimah (keinginan yang keras), serta yakin terhadap ayat-ayat Allah. Beliau mendapat gelar Ash Shiddiq karena selalu membenarkan apa-apa yang diberitakan rasulullah.

Dan ketika beliau ditanya: “Apakah engkau pernah meminum khomr dimasa jahiliyah?” beliau menjawab: “A’udzubillah (aku berlindung kepada Allah)”, kemudian beliau ditanya lagi, “Kenapa?” , beliau menjawab : “Aku menjaga dan memelihara muru’ahku (kehormatanku), apabila aku minum khomr maka hal itu akan menghilangkan kehormatan dan muru’ahku.”
Abu Bakar adalah laki-laki pertama yang masuk Islam setelah Khadijah. Keislaman beliau sangat bermanfaat bagi Islam karena beliau memiliki kedudukan tinggi sehingga banyak tokoh-tokoh besar Quraisy lainnya yang masuk Islam, seperti Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah.
Setelah Abu Bakar telah bersyahadat, beliau menginfakkan 40.000 dirham hartanya untuk Islam, serta membebaskan budak-budak Islam yang dianiaya majikannya. Setelah itu beliau menjadi orang terdekat rasulullah yang selalu mengiringinya dimanapun rasulullah pergi, bahkan beliau pernah menemani rasulullah hijrah dan bersembunyi di dalam gua dari kejaran kaum musyrikin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berkata : “Tidaklah seorang nabi pun kecuali ia memiliki dua wazir (pendamping) dari penduduk langit dan dua wazir dari penduduk bumi, adapun pendampingku dari penduduk langit adalah malaikat Jibril dan Mika’il, sedangkan pendampingku dari penduduk bumi adalah Abu Bakar dan Umar”.
Para ulama’ pun telah ber ijma’ bahwa manusia termulia setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, kemudian Umar bin Khaththab, kemudian utsman bin Affan, kemudian ‘Ali bin Abi Thalib, kemudian sepuluh orang sahabat yang di khabarkan masuk surga, kemudian seluruh sahabat yang mengikuti perang Badar (ahlu badar), kemudian para sahabat yang mengikuti perang Uhud, kemudian para sahabat yang mengikuti Ba’iat Ridwan (ahlu bai’at), kemudian sahabat-sahabat lainnya yang tidak termasuk sebelumnya.
Dari Anas Abu Bakar radhiyallahu anhu berkata, “Kukatakan kepada nabi shalallahu ‘alihi wa sallam ketika kami berada dalam gua, ‘Andai saja mereka (orang-orang musyrikin) melihat ke bawah kaki mereka pastilah kita akan terlihat.’ Rasul menjawab, “Bagaimana pendapatmu wahai Abu Bakar dengan dua orang manusia sementara Allah menjadi yang ketiga?”
Saat rasullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat Abu Bakar mencium keningnya, kemudian beliau membacakan ayat Al Qur’an: “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad). Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS Ali Imran : 144). Beliau membacakannya supaya rasulullah tidak dijadikan sesembahan orang-orang setelahnya.
Ibnu Abbas radhiyallahu` anhuma berkata : “Demi Allah, seakan-akan orang-orang tidak mengetahui bahwa Allah telah menurunkan ayat ini sampai Abu Bakar membacakannya. Maka semua orang menerima ayat Al-Qur`an itu, tak seorangpun diantara mereka yang mendengarnya melainkan melantunkannya.”
Setelah kewafatan rasulullah, Abu Bakar diangkat sebagai khalifah. Ketika beliau telah dibai`at menjadi khalifah, ada seorang wanita desa berkata: “Sekarang Abu Bakar tidak akan lagi memerahkan susu kambing kami.” Abu Bakar mendengarnya dan menjawab: “Tidak, bahkan aku akan tetap menerima jasa memerah susu kambing kalian. Sesungguhnya aku berharap dengan jabatan yang telah aku sandang sekarang ini sama sekali tidak merubah kebiasaanku di masa silam.”
Setelah menginjak umur 63 tahun Abu Bakar meninggal dunia, tepatnya pada malam Selasa antara waktu maghrib dan isya’ tanggal 8 Jumadil awal 13 H. Sebelumnya beliau berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh Asma` binti Umais, istri beliau. Kemudian beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu wasiat itu dilaksanakan dan Umar mensholati jenazahnya diantara makam Nabi dan mimbar (ar-Raudhah).